Hubungi Kami

Badung – Putri bungsu Bung Hatta, Halida Hatta berbagi cerita soal keteladanan ayahnya dalam pendidikan antikorupsi. Salah satunya soal konsistensi dan mandiri.

Halida mengenang ayahnya merupakan sosok yang sederhana. Meski pernah menjabat sebagai wakil presiden, Hatta tak pernah menggunakan posisinya untuk mendapatkan fasilitas negara.

“Waktu saya lahir ayah saya masih wapres, 1 tahun ayah saya sudah mundur dari wapres. Kita melihat ayah masih dihormati, ayah mendidik anak-anak sesuai dengan keadaan, ayah hidup dari uang pensiunan, tinggal di rumah yang dibeli sendiri,” kata Halida saat mengisi Roadshow Bung Hatta Anti-corruption Award (BHACA) di Universitas Udayana, Jimbaran, Bali, Kamis (27/9/2018).

Halida juga menceritakan seusai tidak menjabat wapres, Bung Hatta hidup dari uang pensiunan dan royalti menulis buku atau tulisan di koran-koran. Sejak kecil, Halida juga diajarkan agar hidup apa adanya.

“Ayah-ibu kalau terbatas keuangannya kami dibilangin apa yang bisa kita beli bersama, tunggu dulu ya. Ibu saya strict kalau nilai kurang bagus tidak dibelikan. Kami seneng ke toko buku, alat tulis, ayah selalu mencatat pengeluaran. Kami tahu kok pengeluaran ayah-ibu, sumber dari pensiun, royalti buku berapa kami tahu kok, anak-anak tahu diri,” urainya.

Halida menuturkan dia memiliki dua mobil keluaran Jepang. Mobil pertama yakni Kijang yang dibeli ibunya pada 1996 silam, dan mobil Toyota miliknya.

“Sopir sedang membawa Kijang itu dari Sunter, saya bilang langsung aja ke kantor, eh dia pulang dulu ganti mobil. Katanya, malu kan pakai jemput Kijang tua jemput ibu di kantor, nggak apa-apa kok yang penting ada fungsinya. Saya berpikir, kenapa ya sopirnya malu pakai Kijang tua ke kantor, padahal hari lain satpam bisa lihat saya naik mobil yang lain. Sebab saya ingat ayah-ibu nggak pernah mendidik kita sebagai borjuis, kita punya jati diri, kepribadian, punya kecerdesan juga gaul tentu temen-temen gaul kita juga mengerti filosofi hidup kita,” paparnya.

Sekelumit cerita soal Bung Hatta itu menarik simpati dari para mahasiswa peserta diskusi. Saat sesi tanya-jawab mereka masih bertanya soal sosok Bung Hatta tersebut. Halida kemudian menekankan salah satu yang menjadi pengingat adalah ayahnya selalu menekankan keteladanan pemimpin.

“Ayah itu selalu satu kata dengan perbuatan, ayo harus bangun pagi karena pergi sekolah supaya tidak terlambat. Jam 7 kurang 5 pasti sudah di sekolah, sementara ayah sudah sedari pagi bangun untuk salat subuh dan bersiap diri,” tuturnya.

“Ketika mengatakan harus melakukan ini, dimulai dari kepala keluarganya, misal kembalikan barang ke tempatnya lagi ayah melakukan yang sama, dan tidak menyakiti orang kalau tidak mau disakiti maka kita sudah pikir ucapan apa yang disampaikan supaya tidak menyakiti dia. Pemimpin itu harus punya wibawa, control your temper, kuasailah ucapan-ucapan yang kamu lontarkan. Bung Hatta adalah contoh yang nyata,” sambung Halida.

Salah seorang mahasiswa juga bertanya keterkaitan BHACA dengan keluarga Bung Hatta. Dia menjelaskan BHACA didirikan para masyarakat yang prihatin dengan korupsi di Indonesia.

“BHACA didirikan oleh sekelompok masyarakat madani, yang berhasil yang kerasa kok Indonesia begini ya. apa kita bisa mengganti cap Indonesia korupsi menjadi masyarakat baru yang bersih dari korupsi, masa dari luar negeri, mereka mencari keteladanan tokoh bangsa yang murni dan bisa dijadikan contoh antikorupsi,” terangnya.
(ams/fdn)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Donasi