Hubungi Kami

Oleh: Janwan Tarigan

Kepergian Mohammad Hatta (bung Hatta) menyisakan rasa kehilangan mendalam bagi segenap rakyat Indonesia. Tepat pada tanggal 14 Maret 1980, 42 tahun silam, Bung Hatta meninggal di usianya ke-77 tahun. Ibu pertiwi kehilangan sosok Bapak Proklamator sekaligus Wakil Presiden Pertama Indonesia; sosok pemimpin jujur nan sederhana, serta pribadi yang selalu berdiri bersama rakyat telah berpulang. 

Suasana haru tatkala kepergian bung Hatta itu dituliskan Iwan Fals dalam lirik lagu berjudul Bung Hatta: “Hujan air mata dari pelosok negeri, saat melepas engkau pergi, berjuta kepala tertunduk haru… Terbayang baktimu terbayang jasamu, terbayang jelas jiwa sederhanamu… Jujur lugu dan bijaksana, mengerti apa yang terlintas dalam jiwa rakyat Indonesia”. Sepenggal lirik tersebut mencerminkan betapa bung Hatta sangat mencintai dan dicintai rakyat Indonesia. (Iwan Fals, 2021). 

Semasa hidup, impian bung Hatta tidak sesederhana lakunya. Ia mencita-citakan kemerdekaan sejati, yaitu terwujudnya kemakmuran dan kebahagiaan seluruh rakyat Indonesia. Baginya, makna kemerdekaan tidak semata lepas dari penjajahan, melainkan bagaimana agar bangsa Indonesia mampu mengisi kemerdekaan itu. Atas dasar itulah bung Hatta menggagas dan giat membangun ekonomi kerakyatan (Litbang Kompas, 2019: 2). Tujuannya agar tercipta persamaan dan kesetaraan politik dan ekonomi rakyat Indonesia. Secara tegas bung Hatta menyatakan bahwa demokrasi politik harus dijalankan berdampingan dengan demokrasi ekonomi yang berlandaskan perikemanusiaan dan keadilan sosial (M. Hatta, 1966: 24).

Sayangnya, praktik hari ini berbanding terbalik dengan cita-cita demokrasi ekonomi bung Hatta. Tampak dari lebarnya jurang kesenjangan sosial-ekonomi di Indonesia. Data Tim Nasional Penanggulangan Kemiskinan (TNPK) pada tahun 2019 menyebut “1 persen orang terkaya menguasai 50 persen aset nasional” (Egi Adyatama, 2019). Betapa demokrasi yang sedang berlangsung sudah melenceng dari tujuan semula. Demokrasi kini dibajak-dikuasai segelintir elite penguasa. Kekuasaan diperalat untuk mengakumulasi kapital penguasa, akibatnya korupsi merajalela. Konsekuensi logisnya, korupsi akan melahirkan kesenjangan sosial-ekonomi. Bagaimana tidak, uang rakyat dan kekayaan alam Indonesia yang seharusnya digunakan bagi kepentingan rakyat justru ditilap demi kepentingan pribadi dan golongan. 

Bung Hatta menyadari betul bahaya korupsi. Oleh karenanya ia begitu serius memberantas korupsi. Bung Hatta tak pernah berhenti melawan setiap penyimpangan kekuasaan, meskipun dengan menanggung resiko besar (Litbang Kompas, 2019: vi). Karena dengan melawan korupsi berarti membuka jalan keadilan ekonomi.

Menjaga Uang Rakyat

Kisah bung Hatta melawan korupsi tidak perlu diragukan lagi, segala daya upaya ditempuhnya. Ia tidak hanya berkata-kata tapi dibuktikannya dengan perbuatan. Bung Hatta misalnya begitu berhati-hati dalam menggunakan uang rakyat, bahkan untuk urusan kesehatan sekalipun. 

Ada cerita menarik sepulang bung Hatta berobat dari negeri Belanda pada tahun 1971. Saat ia mengembalikan dana sisa akomodasi pengobatan dan perjalanan ke Sekretariat Negara, karena menurut bung Hatta uang sisa itu tetap milik rakyat Indonesia sehingga harus dikembalikan. Padahal, peraturan saat itu mengamanatkan seluruh dana akomodasi yang sudah diberikan tersebut dianggap sah menjadi milik orang yang dibiayai dan tak perlu dikembalikan (Albin Sayyid Agnar, 2020). Begitulah ketatnya bung Hatta dalam menggunakan uang rakyat.

Kekinian, penggunaan uang rakyat oleh pemerintah semakin tidak karuan. Hampir setiap hari kita mendengar kabar korupsi uang rakyat atau anggaran publik (APBN dan APBD). Sejalan dengan itu, hasil penelitian Malang Corruption Watch pada tahun 2022 menunjukkan, bahwa dari 16 kasus korupsi kepala daerah di Jawa Timur sejak 2004‒2021 selalu menyasar uang rakyat yang tertuang dalam APBD (MCW, 2022). Belum lagi secara berkelanjutan dan terang-terangan penggunaan anggaran publik paling banyak terkuras untuk kepentingan birokrasi. Data Kemenkeu tahun 2019-2021 memperlihatkan sebanyak 59 persen belanja daerah dihabiskan untuk belanja operasional birokrasi (Maryono, 2021). Dalam kondisi demikian tentu mencapai tujuan bernegara menjadi sangat sulit.

Peranan anggaran publik memang sangat strategis dalam pembangunan baik dalam konteks nasional maupun di daerah. Anggaran sebagai politik teknis kebijakan pemerintah dapat menggambarkan prioritas pembangunan yang dijalankan pemerintah. Anggaran juga bisa menjadi indikator kualitas demokrasi dalam kacamata partisipasi sebagai roh demokrasi. Berkaitan dengan bagaimana keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan anggaran publik mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pertanggungjawabannya. Melihat realitas saat ini, anggaran publik masih dikelola secara tertutup dan seolah menjadi rahasia pemerintah. Minimnya partisipasi publik tersebut mencerminkan bahwa kebijakan anggaran belum mementingkan kebutuhan rakyat. Hal itu juga turut membuka ruang-ruang korupsi uang rakyat sebab lemahnya kontrol publik.

Oleh karenanya ke depan, demokratisasi anggaran publik sangat penting dilakukan. Pengelolaan anggaran publik haruslah partisipatif, agar setiap kebijakan pemerintah berdasar dan berasal dari rakyat (otonomi rakyat). Dengan demikian pembangunan dan pelayanan publik bisa tepat sasaran, pun akan menutup celah korupsi. Sepatutnya kita belajar dari bung Hatta perihal bagaimana memaknai dan menjaga uang rakyat. Kini, saatnya kita, rakyat Indonesia, bergotong royong meneruskan perjuangan bung Hatta melawan korupsi. Jasad bung Hatta memang telah tiada, tapi warisan teladan dan gagasannya akan tetap hidup bersemai mengiringi perjalanan Republik. Merdeka!

Referensi:

Janwan Tarigan, lahir pada 01 Januari 1998. Menyelesaikan studi S-1 Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya tahun 2020. Peneliti Malang Corruption Watch (MCW) dan editor naskah buku Intrans Publishing. 

Artikel ini meraih Juara II pada Lomba Menulis “Demokrasi, HAM, dan Antikorupsi Bung Hatta” yang diselenggarakan Perkumpulan Bung Hatta Anti Corruption Awad dalam rangka HUT ke-77 RI dan HUT ke-120 Bung Hatta pada 9-30 Agustus 2022.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Donasi